Contohpidato tentang kesehatan. 1. Contoh pidato tentang kesehatan tubuh; 2. Contoh pidato tentang kesehatan gigi; 3. Contoh pidato tentang kesehatan mental Sebelum saya mengakhiri pidato saya, saya ingin menyampaikan pesan bahwa sangat penting untuk menjaga kesehatan mental tak hanya untuk remaja tapi juga semua umur, dan hal tersebut
Contohpidato singkat tentang kesehatan mental terbaru ditulis admin minggu, 20 desember 2020 tulis komentar edit. Banyak cara menjaga tubuh kita agar tetap sehat, kuncinya. Pidato tentang kesehatan singkat assalamu'alaikum wr. Menurut pengertiannya, pidato singkat adalah sebuah kegiatan berbicara di depan umum atau berorasi untuk menyatakan
AssalamualaikumWr.Wb.Perkenalkan nama saya Rihadatul Aisy Rysti Aleyda dengan NIM 12021040085 dari kelas 1B, Prodi D4 Keperawatan Anestesiologi ITSPKU Muham
PidatoTentang Kesehatan. Contoh Pidato Bertema Covid-19 ( Budayakan Bermasker di Era Pandemi ) Ditulis Admin Jumat, 09 Oktober 2020 Tulis Komentar Edit. Contoh Teks Pidato - Pidato memiliki artian umum sebagai suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyampaikan gagasan dengan menggunakan lisan pada masyarakat umum. Namun ada juga yang
menyampaikanpidato tentang Kesehatan Organ Reproduksi Remaja. atau KRR . Sebelum kita mengenal lebih jauh tentang KRR, alangkah baiknya. kita mengenal dulu apa itu remaja . Remaja merupakan masa peralihan. dari masa kecil ke masa dewasa. Menurut WHO, masa remaja berada. diantara usia 10 24 tahun.
cara mengirim al fatihah untuk seseorang yang masih hidup. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kekerasan seksual telah menjadi salah satu masalah yang sangat mengkhawatirkan, terutama bagi anak-anak dan remaja dewasa ini. Tidak pandang usia, kekerasan seksual dapat terjadi pada siapa saja. Namun, apa yang sebenarnya terjadi pada kesehatan mental para korban kekerasan seksual dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kehidupan mereka?Berdasarkan penelitian sebelumnya, ditemukan bahwa korban kekerasan seksual tidak hanya terbatas pada satu kelompok usia. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam tentang pengaruh kesehatan mental terhadap mereka yang pernah mengalami pelecehan seksual di sekitar kita. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode survei dengan menggunakan Google Form sebagai alat pengumpulan survei menunjukkan bahwa 88% dari korban kekerasan seksual adalah wanita, sementara 12% sisanya adalah pria. Rentang usia korban berada antara 11 hingga 23 tahun, dengan mayoritas terjadi pada usia remaja, khususnya 18-20 tahun. Lebih dari separuh korban mengalami pelecehan secara verbal seperti catcalling dan body shaming, sementara 36% lainnya mengalami pelecehan secara non-verbal seperti disentuh tanpa izin. Menariknya, sekitar 80% dari korban merasa bahwa kejadian ini mempengaruhi kesehatan mental mereka, dengan 8% dari mereka mencari bantuan dari seorang psikolog. Lebih dari separuh korban juga melaporkan adanya dampak jangka panjang seperti hilangnya rasa percaya diri, ketakutan yang berlebihan, perasaan tidak berharga, rasa malu, dan trauma. Temuan ini sejalan dengan data yang menunjukkan bahwa kekerasan seksual lebih sering dialami oleh perempuan. Menariknya, wawancara dengan salah satu responden mengungkapkan pengalaman pribadi yang mencatat adanya pelecehan verbal seperti catcalling dan juga pelecehan fisik. Pengalaman ini menyebabkan trauma dan ketakutan yang berkelanjutan bagi responden. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa kekerasan seksual memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan mental korban, terutama pada anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, dukungan sosial dan pendampingan yang memadai sangatlah penting dalam membantu korban mengatasi trauma dan memulihkan kesehatan mental mereka. Keluarga, teman, dan sahabat harus mampu mendengarkan korban tanpa menghakimi, menciptakan ruang bagi mereka untuk berbicara, dan memberikan bantuan yang dari penelitian ini adalah bahwa kekerasan seksual memiliki dampak yang serius terhadap kesehatan mental korban, terutama anak-anak dan remaja. Temuan menunjukkan bahwa mayoritas korban adalah perempuan, dengan rentang usia remaja yang rentan terhadap kekerasan seksual. Pelecehan verbal dan non-verbal menjadi bentuk umum dari kekerasan seksual yang dialami jangka panjang dari kekerasan seksual meliputi hilangnya rasa percaya diri, ketakutan yang berlebihan, perasaan tidak berharga, rasa malu, dan trauma. Sebagian besar korban merasa bahwa kejadian tersebut mempengaruhi kesehatan mental mereka. Meskipun hanya sebagian kecil dari korban mencari bantuan dari seorang psikolog, penting untuk menjamin akses dan dukungan yang memadai untuk pemulihan menghadapi dampak kesehatan mental yang ditimbulkan oleh kekerasan seksual, dukungan sosial dan pendampingan menjadi sangat penting. Keluarga, teman, dan sahabat harus mampu mendengarkan tanpa menghakimi, menciptakan ruang untuk korban berbicara, dan memberikan bantuan yang dibutuhkan. Upaya pencegahan juga harus ditingkatkan, termasuk pendidikan tentang kesadaran kekerasan seksual dan upaya untuk mengubah budaya yang mendukung pelecehan seksual. Secara keseluruhan, penelitian ini memberikan pemahaman yang lebih dalam tentang dampak kekerasan seksual pada kesehatan mental korban. Dengan memahami dampak ini, diharapkan kita dapat bekerja sama untuk mengurangi angka kekerasan seksual, memberikan dukungan yang diperlukan, dan memulihkan kesehatan mental korban kekerasan seksual. Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kesehatan mental adalah aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara menyeluruh. Meskipun banyak orang memiliki kesehatan fisik yang baik, bukan berarti sehat dalam mental. Sejak Indonesia terkena pandemi COVID-19 yang dimulai tahun 2019 banyak orang yang kehilangan nyawanya, akibatnya mereka tertekan akan penyakit yang menular sehingga takut untuk beraktivitas secara bebas. Dari yang awalnya bebas beraktivitas dan bersosialisasi dengan dunia luar, dengan tiba-tiba pemerintah mengeluarkan kebijakan protokol kesehatan seperti untuk tetap di rumah, keluar menggunakan masker, berbicara dengan orang dengan jarak 2 meter, dan lain-lain. Meskipun itu adalah cara yang benar agar tidak tertular virus COVID-19, tetapi masyarakat awam butuh beradaptasi dengan keadaan seperti itu. Akan tetapi pandemi sudah menurun dan masyarakat awam sudah bisa beraktivitas dan bersosialisasi dengan tetangga maupun teman seperti semula. Remaja adalah masa-masa yang di mana membutuhkan mental kuat, karena pada masa remaja ini kita dilatih untuk tahan akan tekanan dan menuju kedewasaan. Tekanan dari luar maupun dari dalam, baik dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial luar. Beralih dari masalah COVID-19, belakangan ini banyak kalangan remaja yang mengalami kesehatan mental. Menurut Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey 2022, 15,5 juta 34,9 persen remaja mengalami masalah mental dan 2,45 juta 5,5 persen remaja mengalami gangguan mental. Baru-baru ini banyak berita di mana-mana yang menyebutkan bahwa banyak mahasiswa-mahasiswi yang melakukan tindakan untuk mengakhiri hidupnya. Dikarenakan depresi yang tidak tertangani, tekanan dari berbagai pihak, bullying, masalah dalam kehidupan sosial, dan gangguan mental lainnya. Pada dasarnya mahasiswa-mahasiswi rantau yang mengalami kejadian tersebut. Karena mereka yang jauh dari orang tua, sehingga mereka berpikir tidak ada tempat untuk bercerita. Di mana mental kita diuji pada masa remaja ini, apalagi tekanan mahasiswa-mahasiswi dari dunia perkuliahan, dengan adanya tugas, pertemanan, bahkan percintaan. Maka dari itu kesehatan mental di Indonesia sangatlah diwaspadai karena gangguan mental meningkat yang dialami kalangan remaja, maka dari itu kesehatan mental perlu ditingkatkan, terutama pada kalangan remaja, sebab banyak sekali remaja yang mengalami gangguan mental. Marilah kita sama-sama saling merangkul teman-teman kita, jangan biarkan mereka berkelut dengan pikiran negatif yang membuat mereka melakukan sesuatu yang tidak benar dengan mengakhiri hidupnya. Selalu tanyakan pada mereka, jika melihat teman kalian yang terus menyendiri dan mendadak menjadi pendiam, persilakan mereka untuk berbagi cerita jika mereka mau tetapi jangan memaksanya, dan berilah dukungan, motivasi, dan semangat. Lihat Healthy Selengkapnya
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Kesehatan mental pada remaja semakin menjadi perhatian utama di seluruh dunia. Dalam beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam laporan kasus kecemasan, depresi, dan masalah kesehatan mental lainnya di kalangan remaja. Hal ini memicu kekhawatiran serius di kalangan para ahli kesehatan dan orang tua, serta membutuhkan tindakan segera untuk memperhatikan dan mengatasi masalah data terbaru yang dirilis oleh Organisasi Kesehatan Dunia WHO, sekitar 10-20% remaja di seluruh dunia mengalami masalah kesehatan mental. Tekanan akademik yang tinggi, perubahan fisik dan hormon, masalah sosial, dan pengaruh media sosial yang intens menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi kesehatan mental mereka. Remaja sering kali mengalami stres yang berat karena tuntutan untuk mencapai kesempurnaan dalam segala hal, termasuk prestasi akademik, penampilan fisik, dan popularitas di media Amanda Johnson, seorang psikolog anak dan remaja terkemuka, mengatakan, "Kesehatan mental pada remaja merupakan tantangan yang serius dan harus diperhatikan secara serius oleh masyarakat secara keseluruhan. Kami melihat peningkatan kasus gangguan kecemasan, depresi, dan bahkan tindakan bunuh diri di kalangan remaja. Ini adalah panggilan untuk bertindak dan memberikan dukungan yang tepat kepada mereka." Para ahli kesehatan dan pendidik sedang bekerja sama untuk meningkatkan kesadaran tentang kesehatan mental pada remaja dan pentingnya mencari bantuan ketika diperlukan. Program pendidikan tentang kesehatan mental sedang diperluas di sekolah-sekolah, dan bimbingan serta konseling telah ditingkatkan untuk memberikan dukungan langsung kepada remaja. Selain itu, orang tua juga ditekankan untuk terlibat aktif dalam kehidupan remaja mereka dan membuka saluran komunikasi yang sehat. Membangun hubungan yang kuat dan memberikan dukungan emosional dapat membantu remaja mengatasi masalah kesehatan mental yang mereka beberapa tahun terakhir, juga telah terjadi peningkatan jumlah pusat layanan kesehatan mental khusus untuk remaja. Para profesional kesehatan yang terlatih menyediakan layanan konseling dan terapi yang efektif untuk membantu remaja mengatasi masalah meningkatnya kesadaran tentang kesehatan mental pada remaja, diharapkan akan terjadi perubahan positif dalam masyarakat. Dengan dukungan yang tepat, remaja dapat mengatasi tantangan kesehatan mental mereka dan berkembang menjadi individu yang sehat secara emosional dan diimbau untuk mendukung upaya-upaya ini dan berpartisipasi dalam mengatasi stigma yang masih terkait dengan masalah kesehatan mental. Lihat Healthy Selengkapnya
Kasus bunuh diri mahasiswa di Yogyakarta akhir pekan lalu – hanya beberapa hari menjelang Hari Kesehatan Mental Sedunia pada 10 Oktober – menambah urgensi penanganan masalah kesehatan mental di antara anak muda Indonesia. Menurut riset, berbagai potensi kondisi psikologis dan gangguan mental pada manusia memang mulai menunjukkan gejalanya pada usia kritis remaja atau dewasa muda. Dengan populasi kelompok usia 10-19 tahun yang mencapai 44,5 juta jiwa, Indonesia harus mulai melakukan investasi di bidang kesehatan mental remaja. Read more Riset usia 16-24 tahun adalah periode kritis untuk kesehatan mental remaja dan anak muda Indonesia Sayangnya, usaha untuk melakukan perbaikan kondisi kesehatan mental ini selalu terganjal satu hal tidak adanya data berskala nasional mengenai hasil diagnosis kesehatan mental remaja di Indonesia. Penelitian yang kami lakukan bersama University of Queensland di Australia dan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health di Amerika Serikat AS, berjudul Indonesia-National Adolescent Mental Health Survey I-NAMHS yang akan terbit pada 20 Oktober pekan depan, berusaha untuk mengisi kekosongan data ini. Kami menemukan bahwa 1 dari 20 sekitar remaja di Indonesia terdiagnosis memiliki gangguan mental, mengacu pada Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental DSM-V keluaran American Psychological Association APA. Artinya, sekitar 2,45 juta remaja di seluruh Indonesia termasuk dalam kelompok Orang dengan Gangguan Jiwa ODGJ. Gangguan kecemasan anxiety disorder menjadi gangguan mental paling umum di antara remaja 10-17 tahun di Indonesia sekitar 3,7%. Ini disusul oleh gangguan depresi mayor 1,0%, gangguan perilaku 0,9%, serta gangguan stres pascatrauma PTSD dan gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas ADHD yang masing-masing diderita oleh 0,5% populasi usia tersebut. Gangguan kecemasan di antara remaja Gangguan kecemasan dalam I-NAMHS terdiri dari dua jenis, yaitu fobia sosial ketakutan berlebih secara khusus terhadap situasi sosial seperti presentasi di depan kelas dan gangguan kecemasan menyeluruh kecemasan berlebihan terkait beberapa kejadian atau aktivitas, misalnya mengenai ujian yang akan berlangsung. Gangguan kecemasan ini bisa timbul akibat gabungan berbagai faktor, mulai dari genetik, sistem syaraf, keluarga, dan lingkungan sekitar. Di saat seseorang gagal meregulasi stres yang ia alami, hal ini dapat muncul sebagai gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan tergolong sebagai gangguan mental yang umum diderita. Tapi, bukan berarti gangguan ini bersifat ringan. Menurut penelitian peneliti psikologi Terri Barrera dan Peter Norton dari University of Houston di AS, orang-orang yang menderita fobia sosial atau gangguan kecemasan menyeluruh cenderung memiliki kualitas hidup – dari kepercayaan diri, kepuasan finansial, hingga kehidupan asmara – yang lebih buruk dibandingkan orang-orang tanpa kondisi ini. I-NAMHS juga memperlihatkan bahwa remaja yang menderita gangguan cemas akan cenderung mengalami gangguan fungsi, setidaknya pada satu ranah kehidupan mereka. Ada empat domain yang kami evaluasi dalam I-NAMHS yaitu keluarga masalah dengan orang tua, kesulitan beraktivitas bersama anggota keluarga, teman sebaya masalah hubungan dengan teman sebaya, sekolah atau pekerjaan kesulitan menyelesaikan tugas sekolah, performa akademik yang buruk, atau distres personal rasa bersalah atau rasa sedih yang berkepanjangan. Di antara remaja Indonesia yang mengalami gangguan mental, sebanyak 83,9% mengalami gangguan fungsi pada ranah keluarga, disusul oleh ranah teman sebaya 62,1%, sekolah atau pekerjaan 58,1%, dan distres personal 46,0%. Masalah kejiwaan lain juga tetap menghantui Selain itu, I-NAMHS juga menunjukkan bahwa sebenarnya ada lebih banyak lagi remaja di Indonesia yang mengalami beberapa gejala gangguan mental, namun tidak cukup untuk dikatakan menderita gangguan mental sesuai kriteria DSM-5. Merujuk pada Undang-Undang UU Nomor 18 tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, mereka dikelompokkan sebagai Orang dengan Masalah Kejiwaan ODMK. Artinya, mereka sangat rentan untuk mengalami gangguan mental. Hampir 35% setara 15,5 juta remaja berusia 10-17 tahun di Indonesia terdiagnosis memiliki setidaknya satu masalah kesehatan jiwa dalam survei I-NAMHS sehingga masuk ke dalam kategori ODMK. Rasa kecemasan adalah masalah gangguan mental yang paling banyak muncul di antara remaja di Indonesia 26,7%. Ini disusul masalah terkait pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas 10,6%, depresi 5,3%, masalah perilaku 2,4%, dan stres pascatrauma 1,8%. Prevalensi depresi, masalah perilaku, dan masalah terkait pengelolaan perhatian dan/atau hiperaktivitas remaja laki-laki juga cenderung lebih tinggi dibandingkan remaja perempuan. Selain itu, kami menemukan remaja yang lebih muda 10-13 tahun memiliki prevalensi masalah pemusatan perhatian dan/atau hiperaktivitas yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang berusia lebih tua 14-17 tahun. Sebaliknya, remaja yang berusia lebih tua memiliki prevalensi depresi yang lebih tinggi dibandingkan remaja yang lebih muda. Masa depan kesehatan mental remaja di Indonesia Mengetahui beban penyakit mental pada populasi remaja di Indonesia hanyalah langkah awal untuk perencanaan program dan advokasi kesehatan mental remaja yang lebih baik. Temuan I-NAMHS dengan jelas menunjukkan bahwa masalah kesehatan mental dan gangguan mental adalah hal umum yang terjadi di antara remaja di Indonesia. Untuk menanggulangi beban gangguan dan masalah kecemasan, pemerintah Indonesia beserta pemangku kepentingan harus memprioritaskan program-program yang bertujuan membantu remaja dalam mengelola rasa cemas yang mereka alami. Fakta bahwa sebagian besar dokter ahli jiwa dan psikolog klinis berpraktek di perkotaan membuat isu layanan kesehatan mental remaja menjadi hal yang harus menjadi prioritas Indonesia. Di seantero negeri, misalnya, hanya ada sekitar 0,29 psikiater dan 0,18 psikolog per penduduk. Bahkan, dalam riset tahun 2021 dari Universitas Indonesia dan Universitas Padjadjaran, sebanyak 96,4% dari hampir 400 remaja yang mereka survei kurang memahami cara mengatasi stres akibat masalah yang sering mereka alami. Banyak dari mereka mengkritik layanan kesehatan di Indonesia yang belum tentu menjamin kerahasiaan dan cenderung menghakimi. Mengingat bahwa hampir semua remaja di Indonesia bersekolah, tenaga kependidikan juga bisa menjadi alternatif utama untuk memastikan semua remaja yang membutuhkan dukungan kesehatan mental bisa mendapatkan bantuan dan rujukan yang layak. Keluarga merupakan domain yang juga sangat berpengaruh dalam penanganan gangguan mental remaja. Oleh karena itu, orang tua dan anggota keluarga lain juga harus saling teredukasi maupun mengedukasi mengenai kesehatan mental agar bisa membantu remaja dalam mengelola kesehatan mental.
Yosheyfany Eka Anugrah Pendidikan dan Literasi Saturday, 10 Jun 2023, 1354 WIB K-Pop atau singkatan dari Korean Pop adalah genre musik yang berasal dari negeri Gingseng, Korea Selatan yang memiliki beberapa genre dalam musiknya seperti; jazz, pop, hip-hop, electronik dance, dan rock. Selain itu, K-pop memiliki berjuta-juta ataupun beribu-ribu penggemar yang tersebar diseluruh dunia dari berbagai kalangan, termasuk salah satu diantara adalah para remaja. Remaja merupakan individu dengan rentang usia 10-19 tahun yang mengalami proses masa transisi dari masa anak-anak menuju masa kedewasaan. Yang dimana pada proses transisi ini remaja masih belum dapat mencapai kematangan jiwa dengan sempurna, terutama pada pengendalihan emosi. Terlebih lagi pada zaman sekarang banyak sekali remaja yang mengalami gangguan emosi ataupun gangguan kesehatan mental yang disebabkan berupa tuntutan yang berasal dari orang tua, masalah dalam pertemanan, permasalahan dilingkungan Sekolah/Kampus, dan masih banyak lagi. Sehingga tak banyak dari para remaja memutuskan untuk mengakhiri hidupnya karena merasa kehilangan tempat untuk bercerita, berkeluh-kesah, dan bahkan sumber kebahagiaannya. Bagi Remaja, terutama pada K-popers. K-pop merupakan rumah kedua bagi mereka yang dapat memberikan sumber kebahagiaan dan juga motivasi dalam diri mereka. Beberapa diantaranya merasa, dengan mereka melihat konten atau mendengarkan musik dari idol kpop bisa membuat diri mereka melupakan permasalahan dan juga kesehatan mental yang sedang mereka alami. Bahkan pada aspek perilaku, remaja dapat termotivasi oleh dari perilaku baik idol mereka yang telah ditontonya untuk menjadi lebih baik. Selain itu, remaja juga mendapatkan motivasi dalam belajar untuk berubah dan menjadi lebih baik untuk dapat meraih cita-cita yang mereka inginkan. Dengan kata lain, Dunia Kpop menjadi salah satu sumber bagi penggemarnya untuk dapat mengekpresikan apa yang mereka rasakan melalui kecintaannya terhadap konten/musik yang telah diproduksi oleh industri musik dari negeri gingseng ini. Dan melalui artikel ini, saya juga menyampaikan bahwa, Kesehatan mental sangatlah penting bagi kehidupan diri kita masing-masing. Bila dirasa kalian memiliki beban atau pikiran yang menumpuk dalam pikiran, kalian bisa mengepresikan diri kalian untuk melakukan sesuatu hal yang dapat menjadi pelepasan beban atau pikiran yang telah menggangu pikiran kalian kalian. kpop kesehatan mental kesehatanmental Disclaimer Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku UU Pers, UU ITE, dan KUHP. Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel. Berita Terkait Terpopuler di Pendidikan dan Literasi Terpopuler Tulisan Terpilih
pidato tentang kesehatan mental remaja